Perjalanan
Halo namaku Tyogo... Di kesempatan kali ini saya akan membagikan pengalaman saya dalam melakukan live in, atau Nyaba Lembur, di Kampung Babakan Ranca, Kabupaten Bandung, Propinsi Jawa Barat.
Kilas cerita, aku, teman-teman kelasku, dan juga tiga pendamping kami, pergi ke sebuah desa, disana kami melakukan banyak sekali kegiatan dan pelajaran berharga. Untuk itu, disana kami diberi tantangan, atau pun tugas. Kami juga mengulik berbagai macam informasi tentang daerah pinggiran, khususnya desa itu sendiri.
Untuk lebih lengkap, mangga dilihat catatan perjalananku ini... Jangan lupa di G+1 ya... Semoga bermanfaat dan memberi informasi lebih tentang desa...
Kilas cerita, aku, teman-teman kelasku, dan juga tiga pendamping kami, pergi ke sebuah desa, disana kami melakukan banyak sekali kegiatan dan pelajaran berharga. Untuk itu, disana kami diberi tantangan, atau pun tugas. Kami juga mengulik berbagai macam informasi tentang daerah pinggiran, khususnya desa itu sendiri.
Untuk lebih lengkap, mangga dilihat catatan perjalananku ini... Jangan lupa di G+1 ya... Semoga bermanfaat dan memberi informasi lebih tentang desa...
NYABA LEMBUR 2016
Tyogo | Anjasmoro
Pada hari Selasa, tanggal 29
Maret 2016, kami teman-teman Anjasmoro beserta Kak Wienny, Kak Koben, dan Kak
Steva pergi ke Kampung Babakan Ranca menggunakan angkot Cimindi-Sederhana, dengan cara menyewa angkot itu. Sebelumnya kami
melakukan pertemuan dulu di sekolah Semi Palar, dan berangkat pada pukul 08.00. Kami semua
sangat antusias mengikuti acara tersebut. Di angkot, kami bermain, bercerita,
bercanda, sampai kami juga ada yang tidur di angkot, termasuk aku. Kami melewati
Gerbang Tol Pasteur, dan keluar di Gerbang Tol Moh. Toha, lalu melewati Bale
Endah tetapi di situ banjir dan kami melewati jalan lain. Kami pun melewati
perkebunan teh, saat sudah lumayan dekat dengan Kampung Babakan Ranca.
Sesampainya di sana, kira-kira
pukul 11.00 kami langsung turun dari angkot dengan badan kami yang pegal, dan
agak mengantuk karena kami baru saja menempuh perjalanan selama tiga jam itu
dan sangat melelahkan. Tetapi itu semua tidak menurunkan semangat kami, kami
langsung berfoto-foto di depan gunung yang indah sekali di sana. Setelah itu, kami
berjalan ke rumahnya Kang Uus, dan kami pun duduk-duduk di saung sebelah rumahnya
Kang Uus.
Di sana kami disuguhi teh oleh
anggota keluarga Kang Uus, lalu kami ngobrol-ngobrol sambil bersantai dan
beristirahat. Setelah itu kami diberi surat berbahasa Sunda yang di dalam
suratnya berisi tantangan untuk Nyaba Lembur itu. Setelah itu kami mau menuju
ke rumah-rumah penduduk, tetapi hujan turun begitu deras, sehingga kami
menunggu dulu sampai hujannya reda. Ternyata walaupun sudah lama menunggu,
hujannya tidak reda juga, sehingga kami memutuskan untuk menerobos hujan dengan
bantuan payung dan jas hujan. Pertama, kakak mengantarkan kelompok rumah yang
perempuan dulu ke rumah orang tua angkatnya masing-masing. Setelah itu barulah
kelompok laki-laki yang diantarkan. Pertama-tama aku merasa kedinginan, serta
kebingungan kita mau kemana, ini ada di mana, dan pertanyaan-pertanyaan lainnya
kurasakan bergantian lewat dibenakku. Tapi akhirnya kami, Tyo, Reza, dan Toby
mendapatkan rumah di gang yang sempit dan Kak Koben pun berkata kepada ibu
pemilik rumahku ini, “Hehehe… Punten nya bu nitip…” dan langsung pergi lagi ke
rumah berikutnya.
Kami pun sampai di rumah tempat
kami dititipkan kepada orang tua angkat kami. Ibunya berbadan besar dan agak gemuk
karena ternyata ia sedang hamil. Rumahnya pun tidak terlalu besar, tapi di situ
aku merasa lebih hangat, kami pun diajak duduk oleh sang pemilik rumah. Kami juga
mengajak ngobrol ibunya dengan masih
agak malu kelihatannya, padahal itu karena kami bingung apalagi yang mau kami
bicarakan. Aku pun yang celananya kebasahan memberanikan diri untuk meminta
izin kepada ibunya untuk pergi ke toilet dan mengganti celanaku yang basah
kuyup terkena air hujan. Kami juga mendapatkan informasi tentang namanya, yaitu
Ibu Ai Dedeh dan suaminya Pak Ajang. Setelah itu Ibu Ai memasakkan kentang goreng
untuk kami, dan kami makan kentang gorengnya, ternyata rasa kentangnya enak
sekali. Tak lama kemudian kami disediakan makan siang dan kami makan bersama.
Kami pun pergi ke base camp. Di sana dibahas tentang
tantangan untuk mengenali keluarga angkat masing-masing, mengenal tentang
keluarga sekitar dan informasi tentang desa ini. Setelah itu kami semua kembali
ke rumah masing-masing. Di rumah, kami menyampaikan pertanyaan-pertanyaan
kepada ibunya dan mendapatkan informasi bahwa Pak Ajang, suaminya, bekerja di
kebon sebagai kuli kebon. Anaknya tiga dan ia sedang hamil anak keempat.
Anak pertama mereka seorang perempuan, bernama Yanti. Ia sudah menikah dan
tinggal bersama suaminya di mess
perkebunan. Anak kedua seorang laki-laki, kelas 1 SMP dan anak ketiga seorang
perempuan, kelas 4 SD. Ibu Ai sudah tinggal di Babakan Ranca selama 12 tahun
dan beberapa saudaranya juga tinggal di desa ini. Ibu Ai mempunyai 4 saudara kandung, 2 laki-laki
dan 2 perempuan. Dulu Ibu Ai tinggal di kontrakan di perkebunan swasta. Usia Ibu
Ai 36 tahun. Tetangga di sebelah kiri rumah Ibu Ai bernama bapak Ase. Tetangga
di depan rumah Ibu Ai bernama Bapak Alm. Ustad Aang. Beliau meninggal dunia pada hari Selasa 29
Maret 2016, malam dan dimakamkan pada hari Rabu pagi.
Kami pun
mendapatkan informasi tentang desa ini yaitu dulunya bernama Kampung Sirna.
Karena banyak penduduk yang menjadi sakit , akhirnya diganti namanya menjadi
Babakan Ranca. Setelah itu kami ke rumah Fathan. Di sana kami bermain. Di situ
aku sambil mencari informasi tentang ibu angkat Fathan. Aku mendapat informasi
bahwa namanya Ibu Aei dan sudah 30 tahun tinggal di Babakan Ranca. Ibunya Ibu
Aei sudah meninggal. Anaknya kembar. Dia juga punya kebon kol dan kentang.
Setelah selesai main kami terus
ke base camp. Di base camp hasil kerja kami dibahas oleh kakak. Kakak juga memberi tantangan untuk keesokan harinya.
Setelah itu kami pulang ke rumah masing-masing untuk tidur. Perasaan ku sudah
sangat capek dan mengantuk.
Keesokan paginya kami bangun
pukul 04.00 pagi dan langsung mandi. Yang pertama mandi yaitu Oby, kemudian Eja
dan terakhir aku. Ketika kami selesai mandi
Kak Koben, Kak Wienny dan Kak Steva datang ke rumah kami dan memberikan kertas
untuk mengerjakan tantangan menggambar peta desa. Kami juga mendapat tantangan
membuat KTP sementara dan mencari informasi tentang struktur desa. Ibu Ai
memberi kami energen. Setelah minum energen tubuhku menjadi lebih hangat
karena sebelumnya aku merasa dingin. Sebelum aku dan teman-teman mengerjakan
tantangan dari Kakak, kami membantu Ibu Ai memberi makan ayam, mencuci piring
dan membantu memasak. Setelah Ibu Ai selesai memasak sarapan, kami pun makan
pagi bersama dengan tumisan sayur kol, kentang goreng dan mie goreng.
Sesudah makan, saya pergi
menjemput Carenza dan Stefani di rumah Fey. Mereka sedang bermain di sana.
Carenza dan Stefani adalah teman saya dalam kelompok kerja. Kami bertiga pergi
berkeliling desa untuk menggambar denah desa. Tetapi aku merasa kebingungan
untuk menggambarkannya di kertas, jadi aku hanya menggambarkan sketsanya saja.
Sesudah itu aku pulang dan mulai merapikan sketsanya. Lalu Kak Koben menyarankan saya dan teman-teman yang lain
untuk pergi ke sawah walaupun tidak bersama orang tua angkat kami. Akhirnya
kami pun ke sawah. Di sawah kami harus berjalan di tanah yang berlumpur.
Awalnya aku malas untuk kotor, tetapi lama-lama aku merasa seru. Saya pun
membantu para petani membersihkan rumput liar dan menanam benih. Kami juga
mengajak ngobrol beberapa petani. Saya merasakan ketika menanam benih ibunya
ingin cepat-cepat dan agak keberatan dibantu. Aku juga dapat merasakan kakiku
dingin dan sejuk saat menginjak lumpur yang terhalang sinar matahari. Aku juga
merasakan keseruan saat aku melompati selokan dan jatuh terjengkang ke
belakang. Aku tidak merasa sakit tetapi malah ikut tertawa ketika orang-orang
di sawah tertawa karena lucu melihat bagaimana aku jatuh. Sesudah beberapa lama
di sawah kami pun pulang dan mencuci kaki kami yang kotor karena lumpur.
Kegiatan kami berikutnya adalah
membuat KTP sementara. Kali ini Carenza dan Stefani menjemput saya di rumah Ibu
Ai. Kami pergi ke rumah Bapak RW bersama-sama dengan kelompoknya Grace. Nama Bapak
RW nya adalah Bapak Aceng Suhara. Di rumah Pak Aceng kami masing-masing diberi
blanko KTP sementara. Lalu kami diminta mengisi nama, tempat/tanggal lahir,
domisili asal, domisili lokal dan tanda tangan pemohon pada blanko tersebut. Kemudian
blanko KTP ditandatangani oleh Bapak RW. Setelah selesai, kami pun pulang ke
rumah masing-masing.
Kemudian aku bertemu Arga dan
kami pun pergi ke rumah Pak RT untuk mencari informasi dari tantangan
berikutnya. Kami berkenalan dengan Pak RT, namanya Pak Jajang. Beliau memberi
kami informasi tentang struktur pemerintahan Desa Babakan Ranca. Setelah
selesai, kami mencoba mencari jalan tempat kami kemarin turun dari angkot.
Ternyata kami tidak bisa menemukan tempatnya dan karena waktunya sudah mendekati
waktu untuk kumpul di base camp, maka
kami langsung menuju ke rumah Kang Uus. Lalu kakak mulai memeriksa
tantangan-tantangan kami. Tak lama kemudian Kang Uus datang untuk
ngobrol-ngobrol dan menyampaikan beberapa informasi kepada kami. Kang Uus mulai
bercerita, bahwa Desa Babakan Ranca hanya mendapat jatah 1%
tanah untuk kebun dan sawah rakyat, sedangkan yang terbanyak adalah tanah untuk
perkebunan milik Perkebunan Teh, Perhutani, Lonsum. Kondisi ini menyebabkan Desa
Babakan Ranca menjadi desa termiskin kedua di Kabupaten Bandung dan desa
termiskin pertama di Kecamatan Kertajaya. Beliau juga menceritakan tentang
daerah-daerah pinggiran di Indonesia yang kebanyakan masih tidak terurus oleh
pemerintah. Kang Uus adalah anggota Komunitas IGW (Institut Gunung Wayang),
yaitu komunitas yang memperhatikan keadaan daerah pinggiran, melakukan hal-hal
yang bisa dibuat sendiri tanpa menunggu tindakan dari Pemerintah, seperti
membuat pupuk dan bank sampah. Komunitas ini juga melakukan riset tentang
keadaan alam daerah-daerah di Indonesia. Kang Uus juga menceritakan tentang
banjir di Bandung. Bandung terletak di cekungan, sehingga kalau pepohonan di
sekitar Bandung habis maka Bandung bisa tenggelam. Mendengar cerita dari Kang
Uus kami menjadi kaget dan kesal serta prihatin dengan kondisi Bandung saat
ini. Setelah mendengar cerita dari Kang Uus, kami diberi tugas oleh kakak yaitu
mencatat pembicaraan Kang Uus tadi. Kemudian kami pulang ke rumah masing-masing
untuk mengerjakan tugas tersebut.
Pukul
19.30 kami kembali berkumpul di base camp
untuk membahas tugas yang sudah kami kerjakan. Di base camp aku mulai merasa mengantuk. Kakak mengatakan bahwa besok
pagi pukul 05.30 kami semua akan memerah sapi. Setelah itu kami disuruh pulang
dan packing untuk persiapan pulang
besok, supaya besok pagi tidak kerepotan. Sesampainya di rumah aku packing dan langsung tidur.
Keesokan
paginya kami bangun pukul 05.00 dan minum energen,
lalu siap-siap berangkat ke base camp.
Sesampainya di base camp hampir semua
teman sudah datang, kecuali kelompok Fathan. Karena kelompok Fathan setelah
ditunggu tidak datang juga, maka kami (Tyo, Oby dan Eja) memutuskan untuk
menjemput kelompok Fathan. Sesampainya di rumah kelompok Fathan ternyata mereka
bertiga masih tidur. Kami pun membangunkan mereka dan mereka dengan
terkantuk-kantuk langsung berganti pakaian, mencuci muka dan langsung berangkat
ke base camp. Setelah itu Kak Koben
pergi ke rumah Pak Ubu, seorang peternak sapi, untuk melihat apakah Pak Ubu
sudah siap untuk mengantar kami ke kandang sapinya. Tak lama kemudian Pak Ubu
sampai di base camp dan bersama-sama
kami berangkat menuju kandang sapinya. Di sana Pak Ubu memberi makan
sapi-sapinya sebelum memerah susu sapinya. Pak Ubu mempunyai 3 ekor sapi, yaitu
2 ekor sapi betina yang masing-masing berusia 14 tahun dan 1 tahun, serta 1
ekor anak sapi berusia seminggu. Sapi Pak Ubu yang berusia 14 tahun sudah 13
kali melahirkan. Namun, karena kebutuhan dana terpaksa anak-anak sapi tersebut
dijualnya. Sapi yang berusia 1 tahun saat ini sedang mengandung. Pak Ubu
menjelaskan bahwa sapi bisa mulai mengandung setelah berusia 1 tahun. Lamanya
sapi mengandung adalah 9 bulan. Sapi betina yang bisa diambil susunya adalah
sapi-sapi yang sudah melahirkan dan sapi yang sedang mengandung tetapi sebelum
usia kehamilan 6 bulan. Kemudian Pak Ubu juga menjelaskan tentang cara memerah
susu sapi. Sebelum sapi diperah, ekornya harus diikat ke tiang, agar sapi tidak
berontak. Sapi juga harus diberi makan sebelum susunya diperah. Sebelum memerah
sapi, kita harus mencuci tangan supaya bersih. Setelah itu Pak Ubu menawarkan
kepada kami untuk mencoba memerah susu sapi dan saya yang pertama mencoba
memerah susu sapi. Menurut saya memerah susu sapi rasanya kenyal-kenyal dan
lengket. Saya mengikuti cara yang diajarkan Pak Ubu dan saya berhasil
mendapatkan susu sapi. Lalu teman-teman saya juga ikut mencoba memerah susu
sapi.
Ketika
kegiatan memerah sapi selesai kami pulang ke rumah masing-masing untuk mandi,
makan, dan bersiap-siap untuk hiking.
Setelah semua pekerjaan kami di rumah selesai, kami pun pergi lagi ke base camp tetapi ternyata di sana
kakak-kakak masih sedang sarapan. Maka kami pun berkeliling-keliling desa
sambil menunggu kakak-kakak siap. Setelah kami berkumpul di base camp, saya mewakili kelas Anjasmoro
memberikan piagam penghargaan kepada Kang Uus dan mengucapkan terima kasih atas
semua bantuan dan pelajaran yang telah diberikannya kepada kami selama Nyaba Lembur. Lalu kami berpamitan ke
tiap rumah sambil mengambil tas masing-masing. Setelah itu kami berdoa dan
langsung berangkat hiking.
Kami pun mulai melakukan perjalanan hiking kami, kami berjalan melewati
Kertasarie, lalu belok kiri menuju perkebunan teh dan istirahat di saung yang
terletak di tengah kebun teh. Kami pun melanjutkan perjalanan kami menanjaki
kebun teh itu, dan sampai di atas kami jalan lagi, menanjak atau pun berbelok
kami lewati sampai akhirnya kami tiba di saung yang berada di puncak kaki Gunung
Wayang itu. Kami juga berfoto-foto di sana. Baru setelah dari situ kami turun,
turun, dan turun terus, aku pun sempat terjatuh-jatuh di sini. Kami pun
akhirnya menemukan jalan raya yang menuju ke Danau Cisanti, dan akhirnya sampai
di Cisanti dengan selamat. Sesampai di sana kami langsung membeli indomie di warung yang terletak di
pinggiran danau itu. Kami pun hampir semuanya berenang di danau itu, kecuali
Arga dan Raven. Setelah puas bermain air di danau, akhirnya tiba waktunya bagi kami untuk pulang.
Kami pun langsung berganti baju, dan bersiap untuk menempuh perjalanan pulang ke
Bandung.
Kami
pulang ke Bandung dengan naik angkot. Di angkot kami masih sempat saling
bercanda, dan bercerita. Akhirnya kami sampai di Bandung dengan selamat. Kami
sampai di Sekolah Semi Palar sekitar jam enam sore, lalu kami berkumpul di
parkiran dan kakak juga memberikan tantangan untuk orang tua, yang berhubungan
dengan kegiatan Nyaba Lembur tadi.
-T-A-M-A-T-
Wah seru ya, Tyo. Pengalamannya mengesankan, moga2 bisa memberikan hikmah dan pelajaran ttg bagaimana kondisi hidup di pedesaan, yang begitu sederhana dan penuh perhatian antar sesama warganya. Untuk ke depannya akan lebih bagus bila journalnya dilengkapi juga dengan foto-foto, sehingga pembaca bisa ikut melihat kondisi yang sebenarnya. Ditunggu kisah2 pengalaman hidup selanjutnya ya!
ReplyDelete